Oleh: M. Faisal Saihitua, (Ketua DPD KNPI Provinsi Maluku)

Kemerdekaan sejati adalah kemerdekaan yang menyentuh seluruh sendi kehidupan bermasyarakat. Bukan kalangan borjuis, bukan kalangan proletar yang membentuk sentimen kelas, ataupun kalangan priyai yang mewariskan trah kepemimpinan Feodal dalam struktur kemasyarakatan.

Tiga perihal tadi memang tidak begitu nampak secara eksplisit dalam kehidupan berbangsa dewasa ini. Namun, masih tersirat dalam setiap upaya memerdekakan diri maupun kepentingan kelompok tertentu.

74 tahun Indonesia Merdeka, tentu bukan lagi usia yang muda. Jika dianalogikan kehidupan seorang insan manusia yang hakiki, maka 74 tahun telah melampaui fase perjuangan hidup yang keras dan tiba saatnya dimana damai dirasa untuk menikmati sisa waktu yang diberikan oleh sang pencipta.

Akan tetapi, analogi itu barangkali tidak berlaku bagi sebuah negara sebesar nusantara Indonesia. Masih ada torehan catatan kritis yang berkelindan dengan catatan sejarah panjang bangsa ini. Tentunya membutuhkan waktu yang cukup untuk menjawab sebuah Kemerdekaan Sejati.

Dalam tulisan ini saya tidak membahas aspek sosial secara umum maupun aspek ekonomi yang berpengaruh penting bagi perjalanan bangsa ini. Akan tetapi, saya mengambil segmen dalam konfigurasi terbentuknya sebuah tatanan Bangsa. Segmen yang mana menentukan arah berjalannya bangsa ini.

Pemuda adalah segmen yang krusial dalam tatanan sebuah Bangsa. Pada kesempatan ini pesan ini memantik sebuah pertanyaan, apakah Pemuda sudah merasakan Kemerdekaan yang sesungguhnya.

Pertanyaan ini patut diulas dan dapat membangkitkan semangat kita untuk berdialektika guna menghasilkan sebuah gagasan yang patut diwujudnyatakan.

Pemuda menentukan lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Siapa sangka jikalau Sutan Sjahrir dan kawan-kawannya tidak mengambil langkah cepat dalam gejolak perang dunia II maka belum tentu kini kita bisa menikmati nafas lega dari belenggu penindasan. Daya dan upaya yang dilakukan oleh pemuda Indonesia dimasa itu berhasil mengantarkan kita ke depan pintu gerbang kemerdekaan.

Setiap fase perjalanan bangsa ini tentunya Pemuda berperan begitu nyata, lihai, dan juga tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Namun, dewasa ini pemuda diperhadapkan dengan situasi begitu kompleks dan rumit.

Perkembangan era global dan revolusi Industri yang begitu masif, mengharuskan Pemuda mempelajari hal baru. Mempelajari hal baru dengan ancaman terkikisnya nilai-nilai luhur bangsa dan ideologi berbangsa dan Bernegara. Alexis de Toqueville (Branson, 1998:2) mengatakan setiap generasi baru adalah orang baru yang harus memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru serta karakter yang mendasari demokrasi serta konstitusi sebuah negara.

Pernyataan ahli ini cukup bertolak belakang mengingat ancaman bagi lunturnya Pemahaman Ideologi dalam diri Pemuda dewasa ini. Untuk mendukung pernyataan ini maka sudah barang tentu Negara mengambil peran nyata.

Peran ini dapat diaktualisasikan dalam wadah yang mampu menampung potensi setiap Pemuda yang barnaung dibawahnya. Pasca Reformasi peran organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan mengalami degradasi dan disorientasi pergerakan. Diakibatkan lemahnya Pembinaan dan penguruh budaya yang mengikis nilai-nilai dasar Perjuangannya. Carut marut dalam dinamika organisasi yang mengakibatkan perpecahan berdampak pada simpati Pemuda secara umum terhadap dunia Pergerakan di Indonesia.

Wadah yang seharusnya utuh dan kokoh guna menampung setiap potensi dan aspirasi Pemuda, kini harus kehilangan marwah dan citranya dalam melindungi segenap generasi emas bangsa dari bahaya laten pengaruh krisis moral. Sebut saja Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) serta organisasi inti pembentukannya yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) mengalami carut marut dan perpecahan yang berkepanjangan.

Organisasi Mahasiswa tersebut telah membuktikan eksistensinya dalam memperjuangkan dan mempertahankan Kemerdekaan Bangsa Indonesia. Tentunya hal ini tidak terlepas dari diri mahasiswa yang merupakan komponen Pemuda yang bernaung di dalamnya.

Edward Shill mengategorikan mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki tanggung jawab sosial yang khas. Shill menyebutkan ada lima fungsi kaum intelektual yang mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi, menyediakan bagan-bagan nasional dan antar bangsa, membina kebersamaan dan bersama, mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik. Arbi Sanit mengatakan Mahasiswa cenderung berperan dalam tiga point terakhir.

Peran dan fungsi yang digambarkan ini sepatutnya harus diperhatikan dan diberi perhatian khusus oleh Pemerintah. Perhatian yang diberikan tentunya dalam mengatasi persoalan yang terjadi di dalam tubuh organisasi. Sehingga fungsi dan perannya dapat berjalan sebagaimana mestinya.

Jikalau sekelumit persoalan tadi dapat teratasi maka akan berdampak pada kehidupan Kepemudaan secara Umum. Negara tidak perlu khawatir lagi terhadap gejolak dan pengaruh laten yang menghampiri diri pemuda Indonesia. Pemuda Indonesia dapat lebih kreatif dan lebih giat lagi dalam membangun peradaban bangsa di tengah pesatnya perkembangan Dunia dan masifnya revolusi industri global.

Kembali lagi kepada istilah Kemerdekaan sejati yang dapat terwujud dari merdekanya seluruh segmen dan sendi kehidupan. Pemuda merupakan satu dari sekian segmen penyusun Bangsa ini. Akan tetapi, Pemuda merupakan segmen maupun aspek krusial yang berpengaruh sangat besar terhadap keberhasilan Pembangunan Bangsa.

Semoga tema besar hari lahir negara tercinta ini dapat diwujudnyatakan. Sebab, sumber daya manusia yang unggul tentunya dimulai dari diri Generasi Muda. Dan tonggak perjuangan itu ada pada diri Pemuda Indonesia. Kemerdekaan sejati dimulai dari kemerdekaan pemuda Indonesia. (*)

Bagikan: