Laporan wartawan detikmaluku.com biro Tual dan Maluku Tenggara, Risman Serang.

Tual – 16 tahun sudah sejak 2006 pria paruh baya ini setia menunggu di lapak di kawasan UN BTN Kota Tual, Provinsi Maluku.

Ialah Umar Borut (49) penjual batu kerikil kasar dan halus untuk mendapatkan rejeki.

Lapak kecil terisi dengan batu kerikil di dalam karung semen itu tersusun rapi.

Lelaki yang sering disapa bapak Umar ini berani mengambil keputusan untuk membuat batu kerikil kecil demi kelangsungan hidup keluarganya.

Batu kerikil kecil yang dijual Umar Borut (49). Foto: Risman Serang/detikmaluku.com

Meskipun tak sendiri berjualan kerikil kecil, namun Umar yakin pasti ada rejeki yang datang untuknya.

Dari lima anak, dua telah berhasil kuliah di Kota Ambon yakni di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan serta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeritas Pattimura. Dan saat ini sudah hampir menyelesaikan studi pendidikan tinggi.

Sedangkan tiga anak yang lain, masih bersekolah di SMP dan SMA yang berada di Kota Tual.

Itu menjadi bukti upaya dan jerih payahnya menyekolahkan anaknya di perguruan tinggi negeri.

“Dari hasil penjualan batu inilah saya dapat sekolahkan anak hingga perguruan tinggi dan hampir wisuda,” kata Umar Borut ketika ditemui detikmaluku.com, Kamis (18/8/2022).

Umar Borut mengaku pendapatan dari jualan batu kerikil tak seberapa, namun dia selalu menyisihkan separuh pendapatan untuk ditabung buat biaya pendidikan anak-anaknya.

“Kerikil kasar dijual per karung dengan harga Rp. 10 ribu. Sedangkan kerikil halus per karung dijual dengan harga Rp. 15 ribu,” sebut Umar.

Dalam sehari rata-rata Umar Borut menjualnya bisa laku 50 karung, itupun juga kalau ada yang mau membeli. Jika tidak, ia pulang dengan tangan hampa

Umar Borut setiap harinya bekerja mulai dari pukul 07.00 WIT pagi hingga jam 17.00 WIT sore.

“Kalau biasanya ada proyek yang besar, maka orang datang membeli. Tetapi ada juga yang tidak membeli,” ungkap Umar

Umar biasanya bekerja ditemani oleh sang istri Lisa Borut (49) yang bergantian jika merasa lelah.

Dia pun sangat mensyukuri apa yang dijalaninya, karena kerja kerasnya itu anak-anaknya bisa sekolah hingga perguruan tinggi.

“Demi anak-anak punya pendidikan kita tetap semangat untuk bekerja,” jelas Umar.

Dia berharap agar pemerintah dapat memperhatikan mereka yang berjualan batu kerikil.

“Biasanya kontraktor ini datang tawar menawar, padahal kasihan kita ini kan masyarakat kecil punya pekerjaan sudah disini, punya penghasilan juga dari ini, dan pemerintah bisa dapat melibatkan dalam membeli kerikilnya,” tutup Umar. (dm4)

Bagikan: