Ambon – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku menegaskan akan segera mempercepat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan Hak Adat untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah sebagai upaya melindungi hak-hak masyarakat adat.
Ketua DPRD Maluku Benhur G. Watubun mengatakan, seluruh tuntutan yang disampaikan ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Maluku (AMM) dalam aksi demonstrasi di Ambon, Senin (1/9/2025) telah disepakati untuk ditindaklanjuti.
“Poin-poin tuntutan yang ditujukan ke pemerintah daerah akan segera kami proses, sementara tuntutan ke pemerintah pusat akan disampaikan secara resmi lewat utusan DPRD Maluku,” katanya.
Dalam aksi tersebut, AMM menyoroti praktik perusahaan tambang di sejumlah wilayah Maluku yang dinilai tidak sesuai prosedur, seperti tidak memiliki izin Amdal namun sudah melakukan eksploitasi.
Aktivitas ini menyebabkan pencemaran laut, kerusakan hutan, serta merugikan masyarakat adat yang mayoritas berprofesi sebagai nelayan dan petani.
Para demonstran juga menuntut:
Nasional: revisi UU Polri agar lebih profesional dan humanis, transparansi hukum terhadap kriminalisasi aktivis, percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat dan RUU Perampasan Aset, serta kebijakan DPR RI/DPRD berbasis kebutuhan rakyat (kesehatan, pendidikan, kesejahteraan).
Daerah: DPRD Maluku memperkuat fungsi pengawasan legislasi dan anggaran, menyediakan sarana informasi publik yang transparan, serta mempercepat Ranperda Perlindungan Masyarakat Adat.
Selain itu, mereka mendesak Polda Maluku membebaskan dua aktivis yang ditahan dalam aksi protes tambang di Haya, Maluku Tengah, karena dianggap bentuk kriminalisasi dan bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
Aksi demonstrasi diwarnai kericuhan akibat pecah kongsi antara AMM dan kelompok Cipayung Plus (terdiri dari HMI, KNPI, BEM Nusantara Ambon, dan lainnya) yang dituduh menerima bayaran Rp250 ribu untuk hadir dalam rapat dengan pimpinan OPD beberapa hari sebelumnya. (dm1)





