Ambon – Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Ambon, Roy De Fretes, membantah tudingan bahwa pihaknya melakukan pemerasan terhadap pengusaha lokal dalam dalam penilaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Ambon.
Menurutnya, justru selama ini pihaknya selalu memberikan keringanan dan kelonggaran kepada wajib pajak termasuk pengusaha di Kota Ambon.
“Saya kira keliru jika ada tudingan bahwa kami (BPPRD-red), melakukan pemerasan terhadap pengusaha lokal dari sisi pajak, justeru sebaliknya kita yang selama membantu mereka,” tegas Roy, di Balai Kota, Rabu (17/5/2023).
Sementara itu, Kepala Bidang PBB, Jafar Marasabessy mengungkapkan, penilaian objek pajak tidak dilakukan asal-asalan, namun mengacu pada peraturan perundangan undangan yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 208/PMK.07 Tahun 2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan ketentuan operasionalnya mengacu pada peraturan Daerah (Perda) Kota Ambon Nomor 4 Tahun 2013.
“Dalam pemberitaan menekankan ada ketidakbenaran mengenai perhitungan PPB objek pajak, namun dalam hal ini saya menegaskan bahwa kami Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon dalam hal ini BPPRD sudah memperlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ungkapnya.
Seiring dengan pelimpahan keewangan pemungutan PBB dari pusat ke daerah menjadi PBB perdesaan dan perkotaan di tahun 2014, maka sosialisasi terkait pelaksanaannya telah dilakukan kepada wajib pajak.
“Apapun yang terjadi kita telah lakukan sosialisasi, malahan sejak tahun 2014, namun mungkin ada wajib pajak yang belum mengetahui atau membaca mengenai hal itu,” ujarnya.
Terkait tudingan tersebut, Jafar menjelaskan, yang menjadi pokok persoalan adalah perubahan nilai dan besaran denda yang dikenakan pada dua objek pajak tahun 2021 dan 2022, milik salah satu pengusaha lokal di kota Ambon.
Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2013, dasar pengenaan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sementara, jatuh tempo pembayaran dan penyetoran PBB adalah enam bulan sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) yang apabila tidak dibayar akan dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar dua persen setiap bulan.
“Apabila Wajib Pajak tidak dapat melunasi sesuai SPPT, maka dapat mengajukan keberatan, setelah melunasi paling sedikit sejumlah yang disetujui oleh wajib pajak, namun hal itu sama sekali tidak dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan,” jelasnya.
Keberatan dimaksud, lanjut Jafar, dapat diajukukan 3 bulan sejak SPPT terbit, sehingga dalam kasus ini sudah kadarluarsa dan BPPRD seharusya tidak perlu lagi menerima keberatan dari wajib pajak.
“Namun, kami memandang semua pengusaha di kota Ambon adalah mitra Pemkot untuk pembangunan di kota ini, sehingga tetap harus tetap kami layani,” tambahnya.
Apabila tidak ada itikad baik oleh wajib pajak dan terindikasi ada upaya menghindari pajak, maka Pemkot Ambon dalam penyelesaiannya akan melibatkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon.
“Hal itu karena Pemkot Ambon telah melakukan MoU dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) di bidang hukum perdata dan Tata Usaha Negara, sehingga nantinya akan dicarikan jalan keluar untuk penyelesaian dengan Kejari,” pungkasnya. (dm2)